Sunday 12 September 2010

Tempoh Takbir Hari Raya Aidil Fitri

 Artikel ini sengaja ana letakkan di ruangan ini bagi menjawab permasalahan yang sedang menjadi bualan di kampung halaman khususnya, dan sebagai panduan buat semua.. Artikel dalam bahasa melayu ana perolehi hasil dari search dari blog personal dan artikel dalam bahasa arab hasil carian dalam kitab-kitab thuras melalui sistem penggunaan "Maktabah Syamilah". Di harap semoga melalui penemuan ini dapat menyelesaikan persoalan yang terus melanda. 

Ilmu itu berdiri di atas dalil, 
pandangan tanpa di dasari dalil berkemungkinan betul atau salah,
tetapi jika di dasari dengan dalil yang shahih dari Quran dan Sunnah itulah terbaik.. 



Takbir Hari Raya


December 6th, 2008 at 6:11pm


3x اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْراً، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً،

لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الْدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ،

لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزاَبَ وَحْدَهُ.

لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Takbir hari raya ini adalah lafaz yang sering digunakan oleh masyarakat kita di nusantara. Ada baiknya kita baca artikel berikut berkaitan hal ini.

Tuntunan para Salaf dalam bertakbir disaat hari Raya

Penulis: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid

Fiqh, 22 November 2003, 11:54:00

Rujuk – http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=361

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “ Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, mudah-mudahan kalian mau bersyukur”.

Telah terdapat riwayat, “Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah keluar pada hari raya Idhul Fithri, baginda bertakbir, ketika mendatangi mushalla sampai selesainya shalat, apabila shalat telah selesai, maka baginda menghentikan takbirnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al Mushannaf, al Muhamili dalam Shalatul ‘Idain dengan sanad sahih tetapi mursal. Riwayat tersebut memiliki syahid/penguat yang menguatkan riwayat tersebut. Lihat Silsilah al Ahadits ash Shohihah (170). Takbir pada Idul Fithri dimulai pada waktu keluar menunaikan shalat Id].

Berkata Al-Muhaddits Syaikh Al Albani : “Dalam hadits ini ada dalil disyari’atkannya melakukan takbir dengan suara jahr (keras) di jalanan ketika menuju mushalla sebagaimana yang biasa dilakukan kaum muslimin. Meskipun banyak dari mereka mulai menganggap remeh sunnah ini hingga hampir-hampir sunnah ini sekedar menjadi berita.

Termasuk yang baik untuk disebutkan dalam kesempatan ini adalah bahwa mengeraskan takbir disini tidak disyari’atkan berkumpul atas satu suara (menyuarakan takbir secara serempak dengan dipimpin seseorang -pent) sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang.. Demikian pula setiap dzikir yang disyariatkan untuk mengeraskan suara ketika membacanya atau tidak disyariatkan mengeraskan suara, maka tidak dibenarkan berkumpul atas satu suara seperti yang telah disebutkan . Hendaknya kita hati-hati dari perbuatan tersebut[1], dan hendaklah kita selalu meletakkan di hadapan mata kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya (Bilakah kaum muslimin diperintahkan bertakbir di kedua hari raya – pent), maka beliau rahimahullah menjawab : “Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah : Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq ( tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan kesepakatan para imam yang empat”. [Majmu Al -Fatawa 24/220 dan lihat 'Subulus Salam' 2/71-72]

Ibnu Umar dahulu apabila pergi keluar pada hari raya Idhul Fithri dan Idhul Adha, beliau mengeraskan ucapan takbirnya sampai ke mushalla, kemudian bertakbir sampai imam datang. (HR Ad Daraquthni dan Ibnu Abi Syaibah dan selain mereka dengan sanad yang shahih. Lihat Irwa ‘ul Ghalil 650).

Aku katakan : Ucapan beliau rahimahullah : ‘(dilakukan) setelah selesai shalat’ -secara khusus tidaklah dilandasi dalil. Yang benar, takbir dilakukan pada setiap waktu tanpa pengkhususan. Yang menunjukkan demikian adalah ucapan Imam Bukhari dalam kitab ‘Iedain dari “Shahih Bukhari” 2/416 : “Bab Takbir pada hari-hari Mina, dan pada keesokan paginya menuju Arafah”.

Umar Radliallahu ‘anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina gemuruh dengan suara takbir.

Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di khemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya.

Maimunah pernah bertakbir pada hari raya korban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pemuda di masjid”.

Pada pagi hari Idul Fitri dan Idul Adha, Ibnu Umar mengeraskan takbir hingga ia tiba di mushalla, kemudian ia tetap bertakbir hingga datang imam. [Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni, Ibnu Abi Syaibah dan selainnya dengan isnad yang shahih. Lihat "Irwaul Ghalil' 650]

Sepanjang yang aku ketahui, tidak ada hadits nabawi yang shahih tentang tata cara takbir. Yang ada hanyalah tata cara takbir yang di riwayatkan dari sebagian sahabat, semoga Allah meridlai mereka semuanya.

Seperti Ibnu Mas’ud, ia mengucapkan takbir dengan lafadh : Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.

(Yang artinya) : “ Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih]

Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh : Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa Ajallu Allahu Akbar ‘alaa maa hadanaa.

(yang artinya) : “ Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita”. [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih]

Abdurrazzaq -dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam “As Sunanul Kubra” (3/316)- meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Salman Al- Khair Radliallahu anhu, ia berkata : (yang artinya) : “ Agungkanlah Allah dengan mengucapkan : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira”.

Banyak orang awam yang menyelisihi dzikir yang diriwayatkan dari salaf ini dengan dzikir-dzikir lain dan dengan tambahan yang dibuat-buat tanpa ada asalnya. Sehingga Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam “Fathul Bari (2/536) : “Pada masa ini telah diada-adakan suatu tambahan dalam dzikir itu, yang sebenarnya tidak ada asalnya”.

• Footnote :

(1). Yang lebih tragis lagi pelaksanaan takbir untuk hari raya Iedhul Fithri khususnya, sebagian kaum muslimin di negeri-negerinya melakukan dengan cara-cara yang jauh dari sunnah, seperti yang disebutkan di atas dan yang lebih fatal sebagian mereka mengadakan acara takbiran – menurut anggapan mereka – pada malam hari Lebaran sudah mengumandangkan kalimat takbir bahkan dengan cara-cara yang penuh dengan kemaksiatan musik, bercampurnya laki-laki dan wanita serta berjoget-joget dan kemungkaran lainnya – yang sudah dianggap bagian dari syiar Islam. Bahkan mereka menganggap hal itu sunnah dan kewajiban yang harus dilakukan dengan cara yang demikian. Laa haula walaa quwwata illa billah – pent.

• (Dinukil dari Ahkaamu Al’ Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dan Syaikh Salim Al Hilali, edisi Tuntunan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya, terbitan Maktabah Salafy Press, penerjemah ustadz Hannan Husein Bahannan

http://mohdfikri.com/blog/lain-lain/takbir-hari-raya.html



باب تكبير أيام منى.. فتح الباري، لأبي رجب

"""""" صفحة رقم 133 """"""

الأمصار وغيرها ؛ فإن يوم عرفة أول أيام العيد الخمسة لأهل الإسلام ؛ ولذلك يشرع إظهار التكبير في الخروج إلى العيدين في الأمصار .

وقد روي ذلك عن عمر وعليّ وابن عمر وأبي قتادة ، وعن خلق من التابعين ومن بعدهم .

وهو إجماع من العلماء لايعلم بينهم فيه خلاف في عيد النحر ، إلا ما روى

الأثرم ، عن أحمد ، أنه لا يجهر به في عيد النحر ، ويجهر به في عيد الفطر .

ولعل مراده : أنه يجهر به في عيد النحر دون الجهر في عيد الفطر ؛ فإن تكبير عيد الفطر - عنده - آكد .

وقد قال أبو عبد الرحمن السلمي : كانوا في عيد الفطر أشد منهم في الأضحى .

يعني : في التكبير .

وروي عن شعبة مولى ابن عباس ، عن ابن عباس ، انه سمع تكبير الناس يوم

العيد ، فقال : أيكبر الإمام ؟ قالوا : لا . قالَ : ما شأن الناس أمجانين ؟ وشعبة هذا ، متكلم فيه .

ولعله أراد التكبير في حال الخطبة .

وروي التكبير في الخروج يوم الفطر عن أبي أمامة وغيره من الصحابة .

خرجه الجوزجاني بإسناد ضعيف .

وعن النخعي وأبي حنيفة، أنه لا يكبر في عيد الفطر بالكلية.

وروي عنهما موافقة الجماعة .

وقال أحمد في التكبير في عيد الفطر : كأنه واجب ؛ لقوله : ( وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ( [ البقرة : 185 ].....











المجموع شرح المهذب.... باب التكبير



ابو حامد وغيره عن ابن عباس انه لا يكبر الا ان يكبر امامه وحكي الساجى وغيره عن ابي حنيفة انه لا يكبر مطلقا وحكي العبدرى وغيره عن سعيد بن المسيب وعروة بن الزبير وداود أنهم قالوا التكبير في عيد الفطر واجب وفى الاضحى مستحب واما اول وقت تكبير عيد الفطر فهو إذا غربت الشمس ليلة العيد هذا مذهبنا ومذهب سعيد بن المسيب وابي سلمة وعروة وزيد بن اسلم

*

وقال جمهور العلماء لا يكبر ليلة العيد انما يكبر عند الغدو إلى صلاة العيد حكاه ابن المنذر عن اكثر العلماء قال وبه اقول قال وبه قال علي بن ابي طالب وابن عمر وابو امامة وآخرون من الصحابة وعبد الرحمن بن ابى ليلي وسعيد بن جبير والنخعي وابو الزناد وعمر بن عبد العزيز وابان بن عثمان وابو بكر بن محمد والحكم وحماد ومالك واحمد واسحق وابو ثور وحكاه الاوزاعي عن الناس

* (فرع)

في بيان أحاديث الكتاب والفاظه: أما حديث ابن عمر المذكور في أول الباب فرواه البيهقى مرفوعا من طريقين ضعيفين والصحيح أنه موقوف على ابن عمر كذا قاله البيهقي وإنما ذكره الشافعي موقوفا (وقوله) يأخذ طريق الحدادين قيل بالحاء وقيل بالجيم أي الذين يجدون الثمار (وقوله) وأول وقت تكبير الفطر إذا غابت الشمس من ليلة الفطر لقوله تعالى (ولتكملوا العدة ولتكبروا الله) واكمال العدة بغروب الشمس هذا الاستدال لا يصح إلا على مذهب من يقول الواو تقتضي الترتيب وهو مذهب باطل وعلي هذا المذهب الباطل لا يلزم من ترتيبها الفور فالحاصل أنه لا دلالة فيها للمصنف والله أعلم.



3.فتاوى الأزهار، تكبير العيدين والإجازة



المفتي عطية صقر .

مايو 1997



المبادئ

القرآن والسنة



السؤال

لماذا نكبر فى عيد الأضحى أكثر مما نكبر فى عيد الفطر وما هى أيام التشريق ولماذا سميت بذلك ؟



الجواب

التكبير فى العيدين سنة عند جمهور الفقهاء، قال تعالى فى آيات الصيام { ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم } البقرة : 18، وحمل التكبير على تكبير عيد الفطر، وقال فى آيات الحج {واذكروا الله فى أيام معدودات } البقرة: 203، وقال {ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله فى أيام معلومات على ما رزقهم من بهيمة الأنعام } الحج : 28، وقال تعالى {كذلك سخرها لكم لتكبروا الله على ما هداكم } الحج : 37، وحمل الذكر والتكبير على ما يكون فى عيد الأضحى .

وجمهور العلماء على أن التكبير فى عيد الفطر من وقت الخروج إلى الصلاة إلى ابتداء الخطبة، وبه قال مالك وأحمد، وقال قوم: إن التكبير يكون من ليلة الفطر حتى يخرج الإمام إلى الصلاة أو حتى يدخل فيها.

ووقت التكبير فى عيد الأضحى من صبح يوم عرفة إلى العصر من آخر أيام التشريق وهى الحادى عشر والثانى عشر والثالث عشر من ذى الحجة، ولم يثبت فى ذلك تحديد عن النبى صلى الله عليه وسلم، وأصح ما ورد فيه عن الصحابة قول على وابن مسعود: إنه من صبح يوم عرفة إلى عصر آخر أيام مِنًى، وبهذا أخذ الشافعى وأحمد .

وإذا كان أصل التكبير فى عيد الأضحى هو للحُجاج ، لأنهم يذبحون الهدى والفداء، ويكبرون الله ويذكرونه عند الذبح وكذلك عند رمى الجمرات، فإن غير الحجاج يكبرون أيضا كما هو وارد عن النبى صلى الله عليه وسلم ففى حديث مسلم عن أم عطية فى خروج النساء إلى مصلى العيد فى الفطر والأضحى، تقول : والحيِّض يكن خلف الناس يكبرن مع الناس ، وللبخارى عنها أيضا : كنا نؤمر أن نخرج الحيض فيكبرن بتكبيرهم .

يؤخذ من هذا أن التكبير فى العيدين سنة، وكانت مدته فى الفطر أقل من الأضحى لأن القربة إلى الله فى عيد الفطر كان أهمها الصلاة وإخراج زكاة الفطر، أما فى عيد الأضحى فالقربة برمى الجمار والذبح ممتدة إلى ثلاثة أيام بعد يوم العيد .

وسميت أيام التشريق بذلك الاسم لأن العرب كانوا يشققون اللحم لكثرته ويعرضونه لحرارة الشمس حتى يجف، ثم يحملونه معهم بعد عودتهم من الموسم، وتلك كانت طريقة حفظ اللحوم إذ ذاك . وقيل: سميت بهذا الاسم أخذا من قولهم: أشرق ثبير كيما نغير. وثبير جبل بمنى كما يقول ابن الأثير فى النهاية ، والمعنى: ادخل أيها الجبل فى الشروق وهو ضوء الشمس، كيما نغير، أى ندفع للنحر، وقيل: لأن الهدى لا ينحر حتى تشرق الشمس، وقيل غير ذلك .

أما الإجازة أى تعطيل الأعمال فى المصالح بمناسبة العيدين، فهى تنظيم متروك لأولياء الأمور، يعطون الفرصة للعاملين ليتمكنوا من الاحتفال بالعيدين بالفرح والسرور وبالمظاهر التى أباحها الشرع، أو جعلها شعارا للعيدين .

واختلافها راجع لكمية مظاهر الاحتفال بهما . ففى عيد الفطر شرع الله الصلاة وإخراج زكاة الفطر، وذلك فى يوم واحد، وجعل من تمام الفرح عدم صيام هذا اليوم لأننا فى ضيافة الله يكرمنا بعد اجتيازنا امتحان الصيام بنجاح، وفى عيد الأضحى تشرع فى يومه الصلاة والأضحية، وقبله الوقوف بعرفة، وبعده رمى الجمرات وذبح الهدى فكانت المدة المناسبة أكبر من مدة عيد الفطر، والصيام حرام فى يوم العيد وثلاثة أيام بعده نكبر ونذبح ونفرح بما أنعم الله علينا. فالحجاج فى ضيافة الله فى يوم عرفة إلى آخر أيام التشريق، ونحن هنا نشارك الحجاج فرحتهم بما نقدر عليه من مظاهر مشروعة
 ...........الخ




 

No comments:

Post a Comment


About this blog

HALWA TELINGA